Kata Pengantar Antologi
Binatang
Saya bayangkan beberapa penyair dari
berbagai profesi dan menulis tentang seekor binatang, semut misalnya. Maka
lahirlah puisi tentang semut dalam
perspektif sosiolog, politikus, psikolog, filosof, ekonom, anthropolog, polisi,
guru, ulama, bahan ibu rumah tangga. Betapa amat luasnya kekayaan perpuisian
kita tentang binatang sebagai cerminan perilaku umat manusia.
Saya bayangkan beberapa penyair menulis
puisi tentang binatang-binatang ikonik
yang ada di negeri ini dan negeri-negeri lain. Bisa jadi
masih ada. Bisa pula sudah punah. Betapa berharganya puisi-puisi ini bagi
pelajar dan generasi sesudah kita karena telah memberikan pemahaman anatomis,
filosofis dan simbolis tentang sebuah kota, negara, atau benda.
Saya bayangkan beberapa penyair menulis puisi tentang binatang yang ada
interrelasinya dengan binatang-binatang yang ada di luar negara kita. Betapa
berharganya puisi-puisi itu karena telah memberikan pengetahuan dan pemahaman
tentang hubungan “bilateral” kebinatangan, yang bisa jadi menjadi contoh
demokratis dan toleransi bagi umat manusia.
Saya bayangkan beberapa penyair menulis
puisi tentang binatang-binatang imajinatif ( misal Derabat, burung raksasa
khayalan Budi Darma; juga Kappa, semacam Derabat yang telah menjadi mitos
bertahun-tahun di Jepang; Yeti di Nepal ) yang dapat menggugah daya imajinasi
pembacanya dan merangsang imajinasi lain untuk bidang-bidang lain.
Saya bayangkan RgBagus
Warsono sedang membangun dan menghayalkan sebuah “Kebun Bintang” raksasa yang
penghuninya binatang-binatang kata-kata Indah
dan senantiasa dikunjungi ribuan bahkan jutaan pemburu kata-kata Indah
setiap harinya. Sebuah habitat baru yang akan dicatat dan dikembangkan oleh sejarah perpuisian Indonesia, bahkan
dunia.
Selamat untuk gagasan, upaya dan kerja
kerasnya untuk membangun “Ragunan Kata-kata”
bagi negeri para penyair.
Hasan Bisri BFC
jazirahapi@gmail.com
Jakarta, 16 Agustus 2016