Sabtu, 10 September 2016

Tentang Sastra (Puisi) Terkini Oleh Rg Bagus Warsono


Tentang Sastra  (Puisi) Terkini
Oleh Rg Bagus Warsono
Salah satu siar informasi karya sastra yang tepat itu tempatnya di lembaga-lembaga perguruan pencetak guru, seperti DI UPI atau fakultas keguruan. Di beberapa perguruan tinggi itu kita punya dosen dan tenaga kependidikan yang juga merupakan penyair terkenal. Melalui informasi yang didapat dari lembaga itu suatu ketika akan disiarkan di sekolah-sekolah di Nusantara ini oleh alumnusnya. Tergantung dari bagaimana dosen di perguruan itu menyuguhkan materi sastra pilihannya. Kita percaya mereka akan menyuguhkan materi ajar atas karya terbaik bukan atas dasar tokoh penyairnya. Sebab mustahil dosen memberikan materi asal-asalan karena informasi sastra yang disampaikan dosen di fakultas keguruan berdampak pada masyarakat luas nantinya.
Dunia internet dengan perkembangan situs-situs sastra serta sajian budaya di media online yang terus berkembang, mengakibatkan turunnya grafik penjualan buku sastra di berbagai toko buku besar. Beberapa toko buku besar terpaksa mengecilkan ruangan untuk mengurangi karyawan untuk menjaga kestabilan toko buku. Akhirnya mereka para tokoh penyair yang selama ini memonopoli penerbitan buku gigit jari. Buku mereka lapuk di rak-rak penjualan yang tak pernah disentuh pembeli. Kini boleh dikatakan penyair-penyair pinggiran malah laris karyanya terbaca oleh masyarakat melalui dunia internet.
Kegairahan sastra Indonesia khusus puisi di Indonesia dengan munculnya banyak antologi bersama sejak reformasi dan memasyarakatnya pengguna internet, menjadi wahana pertemuan para penyair dalam karya-karya mereka ('meski semu bila dikatakan bersatu) .Gejala ini patut dicatat dalam sejarah kesusastraan Indonesia sebagai gerak langkah perjalanan sejarah sastra Indonesia. Bukti-bukti itu sudah cukup banyak diprtanggungjawabkan . Dan tentunya berbahagialah para penyair yang turut menyuarakan melalui puisi aneka antologi bersama di Tanah Air.
Berfikir dengan rasa dan melihat tidak harus sebelah mata tentang sastra Indonesia dewasa ini. Antara Jakarta, Jogyakarta, Semarang, Tegal, Bekasi, Banjarmasin dan kantong-kantong penyair di seluruh Tanah Air harus mendapat porsi yang sama dalam pemberitaan serta pengakuan aktifitas sastra. Informasi itu terbuka lebar, tak boleh kita menutup mata bahwa ada di sebuah desa di Jambi, misalnya, yang jauh dari keramaian, atau di Banjarbaru di tepi hutan ada aktifitas sastra dalam upaya menghidupkan sastra khusus puisi Indonesia.
Jika sastra yang diperbincangkan orang-orang akademika itu tentang karya angkatan 66 atau sebelum tahun reformasi, maka 20 th mundur sastra kita. Perkembangan sastra dewasa ini diwarnai dengan perkembangan dunia internet. Ciri-ciri itu diantaranya gejolak masyarakat untuk menyuarakan isi hati dengan kesamaan pandang atas ketidakcocokan antara realita dengan reformasi. Contoh-contoh itu timbul seperti munculnya antologi bersama Puisi Menolak Korupsi yang dimotori Sosiawan Leak, dan belakangan muncul antologi bersama Sakkarepmu yang jemu akan kebiasaan -kebiasaan bersastra klasik. Dan muncul juga berbagai karya antologi bersama lain yang memiliki khas tersendiri dari berbagai daerah.
Jika sastra yang diperbincangkan orang-orang akademika itu tentang karya angkatan 66 atau sebelum tahun reformasi, maka 20 th mundur sastra kita. Perkembangan sastra dewasa ini diwarnai dengan perkembangan dunia internet. Ciri-ciri itu diantaranya gejolak masyarakat untuk menyuarakan isi hati dengan kesamaan pandang atas ketidakcocokan antara realita dengan reformasi. Contoh-contoh itu timbul seperti munculnya antologi bersama Puisi Menolak Korupsi yang dimotori Sosiawan Leak, dan belakangan muncul antologi bersama Sakkarepmu yang jemu akan kebiasaan -kebiasaan bersastra klasik. Dan muncul juga berbagai karya antologi bersama lain yang memiliki khas tersendiri dari berbagai daerah.


Komentar tentang Lumbung Puisi



Pesan Sang Kera Anoman

     Ide kreatif dari antologi tentang margasatwa perlu diacungi jempol setinggi langit.Lantara langka dan tak biasa tapi dgn ketak biasa justru menjadi luar biasa.Didalam dunia pewayangan pun ada satwanya. Sang kera yg sakti mandraguna ANOMAN. Ada pesan yg menarik pada sang kera putih yang jelek itu. Mana lebih mulia..kera barhati manusia atau manusia berhati kera.

Thomas Haryanto Soekiran,
17 agustus 2016 purworejo

Kata Pengantar Antologi Binatang



Kata Pengantar Antologi Binatang

   Saya bayangkan beberapa penyair dari berbagai profesi dan menulis tentang seekor binatang, semut misalnya. Maka lahirlah puisi tentang semut  dalam perspektif sosiolog, politikus, psikolog, filosof, ekonom, anthropolog, polisi, guru, ulama, bahan ibu rumah tangga. Betapa amat luasnya kekayaan perpuisian kita tentang binatang sebagai cerminan perilaku umat manusia.
   Saya bayangkan beberapa penyair menulis puisi tentang binatang-binatang  ikonik yang ada di negeri ini dan negeri-negeri lain. Bisa  jadi  masih ada. Bisa pula sudah punah. Betapa berharganya puisi-puisi ini bagi pelajar dan generasi sesudah kita karena telah memberikan pemahaman anatomis, filosofis dan simbolis tentang sebuah kota, negara, atau benda.
   Saya bayangkan beberapa penyair  menulis puisi tentang binatang yang ada interrelasinya dengan binatang-binatang yang ada di luar negara kita. Betapa berharganya puisi-puisi itu karena telah memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang hubungan “bilateral” kebinatangan, yang bisa jadi menjadi contoh demokratis dan toleransi bagi umat manusia.
   Saya bayangkan beberapa penyair menulis puisi tentang binatang-binatang imajinatif ( misal Derabat, burung raksasa khayalan Budi Darma; juga Kappa, semacam Derabat yang telah menjadi mitos bertahun-tahun di Jepang; Yeti di Nepal ) yang dapat menggugah daya imajinasi pembacanya dan merangsang imajinasi lain untuk bidang-bidang lain.
Saya bayangkan RgBagus Warsono sedang membangun dan menghayalkan sebuah “Kebun Bintang” raksasa yang penghuninya binatang-binatang kata-kata Indah  dan senantiasa dikunjungi ribuan bahkan jutaan pemburu kata-kata Indah setiap harinya. Sebuah habitat baru yang akan dicatat dan dikembangkan  oleh sejarah perpuisian Indonesia, bahkan dunia.
   Selamat untuk gagasan, upaya dan kerja kerasnya untuk membangun “Ragunan Kata-kata”  bagi negeri para penyair.
Hasan Bisri BFC jazirahapi@gmail.com
Jakarta, 16 Agustus 2016

Tentang Puisi Margasatwa peulis di Lumbung Puisi



Sebuah Pengantar AntologiLumbung Puisi Jlid IV

   Banyak margasatwa kita yang punah. Ketika kapal kapal asing yang nyolong ikan ditembak ditenggelamkan, Anda tidak tahu berbagai jenis kera dari rumpun yang sama Sumatra/Kalimantan di colong juga. Apa yang ditembak apa yang ditenggelamkan. Sebab malingnya tidak kemana-mana masih berada di luar negeri. Orang kitalah yang memperkaya diri.

    Beberapa tahun lalu ada bangkai kawanan gajah, tetapi gadingnya sudah tak menempel di kepalanya.
Lalu burung-burung luar negeri yang mungkin bawa penyakit datang dari celah-celah pagar negeri , mengisi sangkar-sangkar hobies burung berkicau.
Dan sungguh luar biasa lagi, ada orang pekerjaannya melawan maut, memburu buaya ganas di sungai-sungai buas. Ternyata mereka mengambil kulit buaya itu.

   Sejak doeloe nama hewan menjadi nama kiasan untuk menamai manusia seperti contohnya 'lintah darat (rentenir), 'kuda hitam (sosok tak diduga), 'anjing menggonggong (mereka yang suka usil), 'macan tua ( tokoh tua) , macan ompong (tokoh yang sudah tak punya taring lagi) , 'kupu-kupu malam (lonte) , ular kepala dua (mata-mata) , kura-kura dalam perahu, katak dalam tempurung dan sebagainya. Ini artinya manusia menamai perilaku manusia lagi dengan perumpamaan hewan. Jadi bukan sekarang saja tetapi sejak dulu.
   Ternyata margasatwa (binatang) kita penuh filosofi, kelakuan binatang kadang cermin buat filosofi hidup. Bukan berarti lebih baik binatang dari manusia, tetapi manusialah yang mirip perilaku binatang. Atau bisa juga binatang lebih baik perilakunya ketimbang segelintir manusia yang kadang tak memiliki norma. Tetapi pernyataan ini jangan ditafsirkan demikian sebab puisi adalah gambaran , sebuah gambaran yang memiliki ragam apresiasi. Boleh jadi apresiasi itu berbeda dari sebuah puisi. Makna yang sama arti pun berbeda bila dipadukan dengan kata lain, bukan. Nah kalau begitu puisi adalah permainan kata-kata.

Jika puisi adalah permainan kata-kata maka tak perlu mempercayai puisi. Memang. Bukankah puisi itu seni? dan dinikmati? . Jangan salah juga bila apresiasi juga menimbulkan kepercayaan terhadap puisi. Buktinya banyak puisi yang memberikan kenyataan zaman. Sebab penyair menuangkan isi hati dari semua pancaindera yang dirasakan.Sebegitu dasyatnya puisi melahirkan berbagai tafsir dan perumpamaan. Tetapi sebagai manusia tetap puisi tak perlu didewakan atau dipuja. Puisi adalah puisi yang memiliki jiwa, seni, dan juga hidup.

Memang penyair itu pinter, tema margasatwa jadi tema 'marga satwa. Katanya kalau dipenggal menjadi dua kata ada marga dan satwa kalau dipisah menjadi marga satwa semakin bertambah luas tema ini, tapi tidak mengapa tambah seru. Itulah penyair kadang bilang ‘A sama-sama , bukan A besar dan a kecil tetapi katanya a bagiku berarti lain.  Bisa saja ‘a berarti satuan nominal eceran, ada juga ‘a berarti pertanyaan, ‘a berarti orang (si a) atau ‘a berarti keuntungan dsb.

Sebaliknya ada ungkapan hewan tetapi disukai masyarakat seperti 'Kecil-kecil kuda kuningan, 'Maung Bandung, "Ayam Kinantan, 'Banteng Ketaton, Cendrawasih dari Timur, dan lain-lain.

Dan dalam buku ini pembaca budiman diajak untuk ‘bercengkerama dengan puisi-puisi karya penyair Indonesia  dalam antologi khas bertema margasatwa ini yang merupakan Antologi Lumbung Puisi Jilid IV Sastrawan Indonesia.(rg bagus warsono,2016, kurator, tinggal di Indramayu)

Selamat mengapresiasi.

Penyelenggara.
Hmpunan Masyarakat Gemar membaca (HMGM)

Selasa, 07 Juni 2016

Tentang antologi Rumahku di Tepi Rel Kereta Api karya Rg Bagus Warsono





   Rumahku di Tepi Rel Kereta Api, sebuah antologi puisi yang kaya makna filosofi diketengahkan oleh penyair kita Rg Bagus Warsono sebuah antologi yang memiliki kekhasan tersendiri. Penyair ini mengambil objek sepur sebagai bahan muatan antologi yang memang telah lama akrab bagi masyarakat Indonesia.

   Puisi-puisi Rumahku di Tepi Rel Kereta Api memberikan suguhan puisi yang dapat dinikmati bagi generasi muda khususnya juga semua yng mencintai sastra.

   Ternyata di ‘wilayah sepur terdapat banyak aneka peristiwa dengan pilihan kata yang menarik bagi puisi yang slalu mencari yang terbaru. Rg Bagus Warsono ternyata mampu memotret sepur-sepur Indonesia sebagai inspirasi terciptanya puisi.           Gambaran puisi kini dan masa lalu dirangkum dalam antologi yang mampu berkomunikasi dengan pembacanya.

   Naik kereta api kadang menjadi kerinduan, menyusuri desa-desa, lembah, hutan dan melintas sungai. Lalu singgah di stasiun dan melihat kota-kota kecil yang kini makin ramai. Namun demikian sepur tak pernah macet karena memiliki jalannya sendiri.

   Sepur itu istimewa , di persimpangan jalan raya atau jalan desa ia diberi hak melaju tampa hambatan sedang kendaraan lain di jalan raya atau jalan desa dipalang pintu. Jembatannya pun milik sendiri yang hanya khusus sepur.